Benarkah Makan Daging Ayam Bisa Picu Kanker? Ini Fakta Sebenarnya

Daging ayam adalah salah satu sumber protein hewani paling populer dan paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dari opor ayam Lebaran, ayam geprek favorit mahasiswa, hingga dada ayam panggang untuk para penggiat kebugaran. Daging ini seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari menu harian kita. Namun, di tengah popularitasnya, seringkali muncul sebuah pertanyaan yang mengkhawatirkan: “Benarkah makan daging ayam bisa meningkatkan risiko kanker?”

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Berbagai berita dan studi seringkali menyoroti hubungan antara konsumsi daging dengan penyakit kronis. Namun, para ahli gizi dan onkologi menegaskan bahwa jawabannya tidak sesederhana “ya” atau “tidak”. Mengkambinghitamkan seluruh daging ayam adalah sebuah kesalahpahaman. Masalahnya ternyata bukan terletak pada daging ayam itu sendiri, melainkan pada jenis olahannya dan, yang paling krusial, cara kita memasaknya.

Daging Ayam Segar vs. Daging Ayam Olahan: Sebuah Perbedaan Krusial

Hal pertama yang harus kita bedakan adalah antara daging ayam segar (tidak diolah) dengan daging ayam olahan.

  • Daging Ayam Segar: Daging ayam utuh, seperti dada, paha, atau sayap yang belum melalui proses pengawetan apa pun selain pendinginan. Daging ini adalah sumber protein tanpa lemak yang sangat baik dan merupakan bagian dari pola makan yang sehat.
  • Daging Ayam Olahan: Ini merupakan daging yang telah melalui proses pengawetan seperti pengasapan, penggaraman, atau penambahan bahan pengawet kimia untuk memperpanjang masa simpannya. Contohnya adalah sosis ayam, nuget, kornet, atau smoked chicken.

Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) di bawah WHO telah mengklasifikasikan daging olahan (termasuk olahan ayam) sebagai Karsinogen Grup 1. Artinya “karsinogenik bagi manusia”. Ini menempatkannya dalam kategori yang sama dengan rokok dan alkohol dalam hal bukti ilmiah yang kuat sebagai pemicu kanker. Terutama kanker usus besar.

Bukan Ayamnya, tapi ‘Api’-nya: Bahaya dari Cara Memasak

Inilah faktor terbesar yang seringkali tidak kita sadari. Bahkan daging ayam segar yang paling sehat pun bisa berubah menjadi berisiko jika dimasak dengan cara yang salah, terutama jika menggunakan suhu yang sangat tinggi. Proses memasak dengan suhu tinggi, seperti membakar (di atas api langsung/arang), memanggang (grilling), atau menggoreng rendam (deep-frying), dapat menciptakan dua kelompok senyawa kimia berbahaya yang bersifat karsinogenik.

1. Heterocyclic Amines (HCAs) HCAs terbentuk ketika asam amino (blok bangunan protein) dan kreatin (zat alami di otot) dalam daging bereaksi di bawah suhu yang sangat tinggi. Semakin lama dan semakin panas daging dimasak, semakin banyak HCAs yang terbentuk. Bagian gosong atau charred pada ayam bakar adalah tempat di mana konsentrasi HCAs paling tinggi.

2. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) PAHs terbentuk ketika lemak dan sari daging dari ayam menetes ke atas api atau permukaan panas di bawahnya. Tetesan ini akan menghasilkan asap. Asap yang mengandung PAHs ini kemudian akan naik dan menempel kembali ke permukaan daging ayam. Inilah mengapa aroma “smoky” dari sate atau ayam bakar, meskipun lezat, sebenarnya mengandung senyawa yang berisiko.

Tips Memasak Ayam yang Lebih Aman dan Sehat

Apakah ini berarti kita harus berhenti makan sate ayam atau ayam bakar? Tidak juga. Kuncinya adalah moderasi dan menerapkan teknik memasak yang lebih cerdas untuk meminimalkan pembentukan senyawa berbahaya.

  • Pilih Metode Memasak Suhu Rendah: Metode seperti merebus, mengukus, atau menumis adalah pilihan yang jauh lebih aman karena tidak menggunakan suhu sepanas memanggang atau menggore-ng.
  • Marinasi Terlebih Dahulu: Merendam daging ayam dalam bumbu marinasi (terutama yang mengandung rempah-rempah seperti kunyit, rosemary, atau bawang putih, serta bahan asam seperti cuka atau air lemon) sebelum memanggangnya terbukti dapat mengurangi pembentukan HCAs hingga 90%.
  • Sering Dibalik: Jangan biarkan satu sisi daging terpapar panas terlalu lama. Sering-seringlah membaliknya saat memanggang untuk mencegah terbentuknya bagian yang gosong.
  • Potong Kecil-kecil: Memasak daging dalam potongan yang lebih kecil (seperti sate) akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk matang, sehingga mengurangi paparan panas secara keseluruhan.
  • Hindari Kontak Langsung dengan Api: Jika membakar sate, usahakan agar api tidak menjilat langsung ke daging.

Pentingnya memilih dan mengolah makanan dengan benar adalah kunci utama kesehatan. Di era modern, kita tidak hanya harus waspada terhadap apa yang terbentuk saat memasak, tetapi juga kontaminan tak kasat mata lainnya. Salah satunya adalah bahaya mikroplastik yang ditemukan di berbagai makanan, yang menjadi pengingat lain untuk selalu sadar akan apa yang masuk ke dalam tubuh kita.

Untuk mendapatkan panduan yang lebih komprehensif mengenai hubungan antara diet, nutrisi, dan pencegahan kanker, sumber-sumber kredibel seperti American Institute for Cancer Research (AICR) (https://www.aicr.org/cancer-prevention/) adalah rujukan berbasis sains yang sangat baik.

Makan Daging Ayam: Kuncinya Ada pada Proses, Bukan Produk

Pada akhirnya, makan daging ayam itu sendiri tidak menyebabkan kanker. Daging ayam tanpa lemak yang tidak diolah adalah sumber protein yang sangat sehat dan bermanfaat. Stigma yang melekat padanya lebih disebabkan oleh kesalahpahaman. Risiko yang sesungguhnya datang dari dua hal: proses pengolahan (menjadikannya sosis atau nuget) dan proses memasak (menggunakan suhu yang sangat tinggi hingga gosong).

Dengan menjadi konsumen yang lebih cerdas—memilih daging ayam segar, membatasi konsumsi daging olahan, dan menerapkan teknik memasak yang lebih aman—Anda bisa terus menikmati kelezatan daging ayam tanpa perlu merasa khawatir. Ingatlah selalu, dalam dunia nutrisi, cara Anda mengolah makanan seringkali sama pentingnya dengan makanan itu sendiri.