Di era medsos yang penuh flexing dan unboxing barang branded, muncul sebuah tren yang justru anti-mainstream: Quiet Luxury. Gaya hidup ini sedang booming, terutama di kalangan elite yang udah kenyang pamer dan sekarang memilih jalan sunyi tapi tetap classy.
Quiet luxury bukan sekadar soal tampilan minimalis, tapi filosofi hidup yang nunjukkin kalau “less is more” itu bukan cuma slogan. Ini bukan tren baru, tapi sekarang lagi balik jadi arus utama. Dan buat Gen Z dan milenial urban, tren ini makin relatable karena relevan sama arah gaya hidup yang lebih sadar, dewasa, dan personal.
Apa Itu Quiet Luxury?
Secara harfiah, Quiet Luxury berarti kemewahan yang tidak berisik. Bukan berarti pelit atau nggak gaya, tapi gaya hidup yang menempatkan kualitas, kenyamanan, dan esensi di atas branding besar-besaran. Pakaian dari bahan premium tapi tanpa logo mencolok, tas kulit handmade tanpa emblem besar, atau arloji Swiss dengan desain klasik tanpa taburan berlian—semua masuk kategori ini.
Tren ini jadi kebalikan dari gaya hedon dan flashy. Orang-orang yang menganut quiet luxury biasanya udah nggak butuh validasi dari publik buat ngerasa “berhasil”. Mereka tahu kualitas, dan nggak perlu teriak-teriak soal itu.
Siapa yang Mempopulerkan Tren Ini?
Quiet luxury kembali naik daun setelah banyak figur publik dunia mulai tampil dengan gaya ini. Salah satu yang paling sering disebut adalah Gwyneth Paltrow di persidangannya yang viral—dia tampil super clean, netral, tapi semuanya item mahal.
Brand-brand seperti The Row, Loro Piana, Bottega Veneta (versi non-logo), Brunello Cucinelli, hingga Totême jadi langganan quiet luxury. Bahkan serial drama populer Succession dari HBO dianggap sebagai katalog visual tren ini: semua karakternya tampil ultra-wealthy tapi nggak satupun pakai logo mencolok.
Kenapa Quiet Luxury Bisa Viral?
Alasannya sederhana: zaman sudah berubah. Generasi muda sekarang makin sadar bahwa kualitas hidup nggak diukur dari seberapa banyak barang branded yang dimiliki. Banyak yang mulai merasa jenuh dengan budaya pamer di medsos, dan akhirnya cari gaya hidup yang lebih autentik dan sustainable.
Quiet luxury = kemewahan versi dewasa. Ini tentang membeli satu jaket kasmir yang awet 10 tahun daripada beli 5 jaket trendy yang rusak dalam setahun. Dan yes, ini juga berhubungan dengan sustainability dan ekonomi sirkular.
Ciri-Ciri Gaya Hidup Quiet Luxury
Berikut ini beberapa elemen utama yang jadi ciri khas dari quiet luxury:
- Material Berkualitas Tinggi
Nggak banyak embel-embel, tapi kamu langsung kerasa dari tekstur bahan kalau barang ini premium. - Desain Minimalis, Potongan Rapi
Cutting jadi aspek utama. Simpel, clean, dan timeless. - Tanpa Logo Mencolok
Semakin mahal barangnya, justru semakin kecil logonya—atau bahkan nggak ada sama sekali. - Warna Netral
Warna-warna seperti camel, beige, navy, putih, hitam mendominasi. - Sustainable Living
Orang yang menganut quiet luxury biasanya juga concern terhadap konsumsi yang bijak.
Dampak Quiet Luxury terhadap Industri Fashion dan Lifestyle
Tren ini bikin banyak luxury brand mulai geser strategi. Brand-brand yang dulunya gembar-gembor logo mulai masuk ke lini minimalis. Bahkan fast fashion pun mulai meniru—tapi tetap nggak bisa menyaingi kualitas asli.
Hal menarik lain: tren ini bikin konsumen jadi makin pintar. Mereka mulai menghindari barang branded yang hanya mahal karena logo, dan memilih barang lokal atau artisan yang punya nilai craftsmanship tinggi.
Banyak brand lokal Indonesia juga mulai ngikutin arus ini, misalnya lewat koleksi fashion premium dengan bahan alami dan desain clean. Ini jadi peluang besar buat industri fashion tanah air buat bersaing di ranah luxury yang nggak cuma soal nama besar.
Quiet Luxury dan Psikologi Konsumen Baru
Fenomena quiet luxury mencerminkan pergeseran besar dalam cara konsumen melihat “kemewahan”. Dulu, mewah artinya punya barang branded dengan harga selangit. Sekarang, kemewahan bisa berarti punya waktu luang, rumah yang rapi, koneksi berkualitas, dan barang-barang berkualitas tinggi yang nggak dipajang di feed media sosial.
Orang yang mengadopsi gaya hidup ini biasanya lebih fokus pada “nilai intrinsik” daripada “nilai simbolik.” Mereka beli karena nyaman, tahan lama, dan sesuai kebutuhan—bukan buat pamer. Ini disebut sebagai “post-brand era”, di mana identitas pribadi lebih kuat daripada identitas merek.
Quiet Luxury di Indonesia: Ada Nggak?
Tentu ada. Bahkan mulai banyak bermunculan gaya hidup serupa yang diadopsi para eksekutif muda, pengusaha muda, sampai konten kreator yang udah jenuh dengan gaya hidup glamor yang serba over.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan Surabaya, kamu bisa lihat tren ini lewat pilihan fashion yang clean, rumah minimalis estetik, dan preferensi makan di tempat lokal yang autentik tapi nggak ramai gimmick. Mereka lebih suka nyaman dan berkelas dalam senyap, daripada terlihat berusaha tampil keren.
Gaya Hidup Quiet Tapi Tetap Aktif
Jangan salah, orang yang menjalani quiet luxury bukan berarti pasif. Mereka tetap aktif, tetap konsumtif, tapi lebih selektif. Mereka tetap nongkrong, traveling, kerja keras, investasi, bahkan mungkin pamer. Tapi caranya lebih halus, nggak noisy. Semuanya punya taste, bukan sekadar tren.
Dan di era di mana semua orang berlomba jadi viral, kadang menjadi biasa justru terasa luar biasa.
Relevansi dengan Tren Global dan Lokal
Tren quiet luxury juga paralel dengan tren gaya hidup lain seperti:
- YONO (You Only Need One) yang mendorong konsumsi bijak (baca di tren viral per Mei 2025)
- Tren sustainability dan zero waste yang makin masif
- Gaya hidup mindful & slow living di tengah dunia yang makin cepat
Semuanya saling berkaitan. Bahkan, artikel Sudirman Cup 2025: Indonesia Lolos ke Semifinal Setelah Kalahkan Denmark, Misi Juara Makin Dekat pun mencerminkan semangat baru anak muda Indonesia yang mulai fokus ke proses, bukan cuma hasil. Sama kayak filosofi quiet luxury yang lebih menghargai proses pembuatan, kualitas, dan nilai fungsional barang.
Untuk kamu yang ingin baca lebih jauh tentang bagaimana quiet luxury berdampak pada dunia fashion dan tren sosial, kamu bisa cek analisis lengkapnya di JADWAL KONSER MEI 2025
Kesimpulan
Tren Quiet Luxury bukan sekadar gaya berpakaian atau preferensi belanja. Ini cerminan dari perubahan cara berpikir generasi modern soal kemewahan. Ini adalah tentang rasa percaya diri, kedewasaan konsumsi, dan keinginan untuk hidup lebih autentik tanpa tekanan eksternal buat terlihat “wah”.
Jadi, kalau kamu merasa udah lelah sama dunia yang terlalu ribut dan penuh ekspektasi visual, mungkin ini saatnya kamu coba jalan hidup yang lebih tenang tapi tetap elegan. Karena, dalam dunia yang sibuk bicara, justru yang diam sering kali lebih kuat.