Kyoto ‘Muak’ dengan Overtourism, Pajak Hotel Mewah Dinaikkan Gila-gilaan!
Kyoto, ibu kota kuno Jepang, adalah sebuah paradoks yang menyakitkan. Di satu sisi, kota ini adalah sebuah mahakarya hidup yang dipenuhi oleh kuil-kuil berusia ribuan tahun. Selain itu, banyak terdapat taman-taman Zen yang menenangkan, dan distrik Geisha yang otentik. Di sisi lain, keindahan inilah yang kini nyaris “membunuhnya”. Selama bertahun-tahun, Kyoto telah “tenggelam” dalam gelombang overtourism—ledakan wisatawan yang tak terkendali. Hal ini merusak ketenangan, membebani infrastruktur, dan membuat warga lokal merasa terasing di kota mereka sendiri. Kondisi ini membuat Kyoto naikkan pajak hotel mewah di kotanya!
Kini, pemerintah kota Kyoto tampaknya sudah mencapai batas kesabarannya. Mereka secara resmi mengumumkan langkah yang sangat drastis, sebuah “terapi kejut” yang diharapkan bisa mengendalikan situasi: Kyoto naikkan pajak akomodasi. Kenaikannya pun tidak main-main. Untuk hotel-hotel mewah, kenaikannya bisa mencapai sepuluh kali lipat dari tarif sebelumnya. Ini adalah pesan yang sangat jelas: “Para turis kaya, jika Anda ingin menikmati kota kami, Anda harus membayar mahal.”
Kyoto Naikkan Pajak: ‘Polusi’ Pariwisata yang Tak Tertahankan
Untuk memahami mengapa Kyoto naikkan pajak secara gila-gilaan, kita harus melihat penderitaan yang dialami kota ini.
- Bus yang Penuh Sesak: Warga lokal tidak bisa lagi naik bus untuk pergi bekerja atau sekolah. Hal ini karena bus selalu penuh dijejali oleh para turis.
- Sampah yang Meluap: Tempat-tempat wisata ikonik seperti Arashiyama Bamboo Forest atau Fushimi Inari Shrine kini lebih mirip pasar malam. Tempat-tempat ini menjadi penuh sesak dan kotor.
- Perilaku Turis yang Buruk: Banyak turis yang tidak menghormati budaya lokal. Seperti mengejar-ngejar Geisha untuk berfoto, membuang sampah sembarangan, atau duduk-duduk di area kuil yang disakralkan.
- Harga Properti Meroket: Lonjakan permintaan akan Airbnb dan hotel telah membuat harga sewa properti bagi warga lokal menjadi tidak terjangkau.
Detail Kebijakan Pajak Baru yang ‘Mencekik’
Pemerintah Kota Kyoto tidak lagi menggunakan pendekatan yang lembut. Kebijakan pajak akomodasi yang baru ini dirancang untuk secara spesifik menargetkan berbagai segmen.
- Tarif Progresif: Pajak akan diterapkan secara progresif berdasarkan harga kamar per malam.
- Hantaman bagi Hotel Mewah: Kenaikan paling drastis akan dirasakan oleh hotel-hotel mewah (bintang 4 dan 5) di mana tarif kamarnya di atas 100.000 Yen (sekitar Rp 10,5 juta) per malam. Untuk segmen ini, pajak akomodasi yang tadinya hanya 1.000 Yen kini bisa melonjak hingga 10.000 Yen (lebih dari Rp 1 juta) per orang, per malam.
Tujuannya ada dua:
- Mendapatkan Dana: Menghasilkan pendapatan baru yang sangat dibutuhkan untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat overtourism, seperti menambah armada bus khusus turis atau mengelola sampah.
- Mengerem Turis ‘Murahan’: Secara tidak langsung, ini adalah upaya untuk “menyaring” jenis wisatawan yang datang. Dengan membuat biaya menginap menjadi sangat mahal, mereka berharap bisa mengurangi jumlah wisatawan massal yang beranggaran rendah dan hanya menarik wisatawan berkualitas tinggi (high-spending tourists) yang diharapkan akan tinggal lebih lama dan berperilaku lebih baik.
Pelajaran bagi Destinasi Lain (Termasuk Indonesia)
Langkah drastis yang diambil Kyoto ini menjadi sebuah studi kasus yang sangat penting bagi destinasi-destinasi wisata lain di seluruh dunia yang juga menghadapi masalah serupa, termasuk Bali di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa ada “titik kritis” di mana manfaat ekonomi dari pariwisata sudah tidak lagi sepadan dengan kerusakan sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya.
Di saat banyak destinasi berlomba-lomba menawarkan hotel-hotel bintang 4 dengan harga terjangkau untuk menarik sebanyak mungkin pengunjung, Kyoto justru mengambil arah sebaliknya: membuat dirinya menjadi lebih mahal dan lebih eksklusif.
Untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai regulasi perjalanan dan pariwisata di Jepang, sumber-sumber kredibel dari badan pariwisata resmi mereka seperti Japan National Tourism Organization (JNTO) adalah rujukan utama.
Kyoto Naikkan Pajak Hotel Mewah: Demi Menyelamatkan Jiwa Kota
Pada akhirnya, keputusan Kyoto naikkan pajak secara ekstrem ini adalah sebuah pertaruhan yang sangat berisiko. Di satu sisi, mereka berisiko kehilangan sebagian besar pendapatan pariwisata mereka dan dicap sebagai kota yang “tidak ramah turis”. Namun di sisi lain, ini mungkin adalah satu-satunya cara yang tersisa untuk bisa menyelamatkan “jiwa” kota mereka yang unik, melindungi warisan budayanya yang tak ternilai, dan mengembalikan kenyamanan hidup bagi para warganya. Dunia kini akan mengamati dengan saksama: apakah “terapi kejut” yang mahal ini akan berhasil, atau justru akan menjadi bumerang bagi ekonomi Kyoto.
