Golden Week China: Hotel Mahal Kurang Laku, Perang Harga Tak Terhindarkan
Oktober adalah bulan emas bagi industri pariwisata Tiongkok. Golden Week China, sebuah periode libur nasional panjang selama satu minggu untuk merayakan Hari Nasional, secara tradisional adalah momen “panen raya” terbesar. Tahun ini, tradisi itu kembali terbukti. Jutaan orang membanjiri stasiun kereta, bandara, dan setiap jengkal destinasi wisata populer di seluruh negeri. Tembok Besar penuh sesak, Shanghai Disneyland lautan manusia, dan jalanan di kota-kota kuno nyaris tak bisa dilalui. Kunjungan wisatawan domestik membludak luar biasa.
Namun, di balik pemandangan euforia dan kesuksesan pariwisata massal ini, ada sebuah paradoks, sebuah tren baru yang sangat menarik sekaligus mengkhawatirkan bagi para pelaku industri perhotelan. Meskipun jumlah wisatawan meledak, ternyata hotel-hotel mewah bintang lima justru terpaksa membanting harga. Terjadi sebuah “perang harga” yang brutal ke bawah, di mana hotel-hotel yang biasanya menjual kamar seharga jutaan rupiah kini harus bersaing di level harga yang jauh lebih rendah. Apa yang sebenarnya terjadi?
Fenomena ‘Revenge Travel’ dalam Golden Week China
Ledakan wisatawan selama Golden Week China 2025 ini adalah kelanjutan dari fenomena revenge travel (wisata balas dendam) pasca-pandemi. Masyarakat yang telah lama “terkurung” kini melampiaskan hasrat mereka untuk bepergian. Namun, revenge travel kali ini datang dengan sebuah kesadaran baru, yaitu kesadaran akan anggaran (budget consciousness).
Meskipun ekonomi Tiongkok secara umum terus tumbuh, perlambatan di sektor properti dan ketidakpastian di pasar kerja telah membuat konsumen, terutama dari kalangan kelas menengah, menjadi jauh lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Mereka tetap ingin berlibur, tetapi mereka mencari “nilai” terbaik.
Perang Harga: Saat Hotel Mewah Tak Lagi Punya Pilihan
Di sinilah letak inti masalahnya. Para pelancong domestik Tiongkok kini jauh lebih cerdas dan sensitif terhadap harga. Mereka tidak lagi secara impulsif memesan kamar di hotel bintang lima yang mewah. Sebaliknya, mereka berburu diskon, memanfaatkan platform pemesanan, dan lebih memilih akomodasi yang lebih terjangkau seperti hotel bintang tiga atau homestay berkualitas.
Akibatnya, hotel-hotel mewah yang biasanya menikmati okupansi penuh dengan harga premium di musim liburan, kini mendapati kamar-kamar mereka kosong. Untuk bisa “mencuri” sebagian dari kue wisatawan yang membludak ini, mereka tidak punya pilihan lain selain ikut dalam perang harga. Mereka terpaksa menurunkan harga kamar mereka secara drastis agar bisa bersaing dengan hotel-hotel yang lebih murah.
Bagi para pelancong, ini tentu saja menjadi kabar baik. Mereka bisa menikmati fasilitas mewah dengan harga miring, sebuah kesempatan yang jarang terjadi. Ini mirip seperti saat seorang tamu cerdas berhasil mendapatkan upgrade kamar hotel gratis di luar musim liburan.
Dampak bagi Industri dan Pelajaran yang Bisa Diambil
Fenomena “wisatawan membludak, harga ambruk” ini memberikan beberapa pelajaran penting bagi industri pariwisata global, termasuk di Indonesia.
- Harga Bukan Lagi Jaminan Kualitas Satu-satunya: Konsumen modern tidak lagi hanya melihat jumlah bintang sebuah hotel. Mereka mencari “pengalaman” dan “nilai” terbaik. Hotel yang menawarkan pengalaman unik dengan harga yang wajar akan menjadi pemenangnya.
- Kekuatan Platform Online: Perang harga ini difasilitasi oleh transparansi yang diciptakan oleh platform-platform perjalanan online. Konsumen bisa dengan mudah membandingkan puluhan harga hotel dalam hitungan detik.
- Pentingnya Segmentasi Pasar: Hotel-hotel mewah kini sadar bahwa mereka tidak bisa lagi hanya bergantung pada satu segmen pasar. Mereka harus lebih kreatif dalam menciptakan paket-paket yang bisa menarik berbagai jenis wisatawan.
Untuk mendapatkan data dan analisis terbaru mengenai tren pariwisata dan perhotelan di kawasan Asia-Pasifik, sumber-sumber kredibel dari media industri seperti Skift – Asia Pacific adalah rujukan yang sangat baik.
Fenomena Golden Week China: Konsumen Cerdas di Era Pasca-Pandemi
Golden Week China 2025 adalah sebuah potret yang sangat jelas dari lanskap pariwisata baru pasca-pandemi. Jumlah wisatawan memang telah kembali, bahkan mungkin lebih banyak dari sebelumnya. Namun, karakter dari wisatawan tersebut telah berubah. Mereka kini jauh lebih cerdas, lebih perhitungan, dan lebih mementingkan value for money. Perang harga yang terjadi di antara hotel-hotel mewah di Tiongkok adalah bukti bahwa di era baru ini, konsumenlah yang memegang kendali. Bagi para pelaku industri, era “jual mahal” yang mudah kini telah berakhir; era inovasi nilai dan efisiensi kini telah dimulai.
